1. Pemerintahan Portugis di Indonesia

Malaka merupakan daerah yang sangat strategis karena banyak terdapat sumber rempah-rempah, sehingga ekspansi Portugis pada 1511 diarahkan ke Malaka di bawah pimpinan Alfonso D’albuquerque. Dalam melancarkan usaha penjajahannya di Malaka, Portugis melakukan berbagai cara, di antaranya dengan mendirikan benteng-benteng di sepanjang pantai, membentuk armada laut yang bertugas menghubungkan benteng-benteng tersebut serta menjelajahi samudra, penyebaran agama Kristen, dan melakukan perkawinan campuran. Dasar penjajahan Portugis adalah imperialisme kuno, yaitu mengutamakan kekayaan, keagamaan, dan kejayaan (Gold, Glory, and Gospel).
Kapal Bangsa Portugis
Dalam rangka mencapai tujuan imperialismenya, Portugis di Indonesia melakukan tidakan-tindakan sebagai berikut.
  1. Memonopoli perdagangan dengan cara memaksa rakyat Indonesia untuk menjual barangnya kepada Portugis dengan harga yang ditentukan oleh Portugis.
  2. Menyebarkan agama Kristen Katolik.
  3. Melakukan campur tangan terhadap pemerintahan raja yang sedang berkuasa. Dalam hal pengangkatan raja, Portugis selalu berusaha turut campur tangan di dalamnya.

Portugis berusaha untuk merebut kekuasaan dari tangan Sultan Malaka, yaitu Mahmud Syah yang pada akhirnya Malaka jatuh ke tangan Portugis. Setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, Selat Malaka ditutup bagi pedagang Islam. Akibatnya, para pedagang Islam harus mencari pelabuhan baru sebagai tempat berdagang.

Setelah melakukan pelayaran, akhirnya para pedagang Islam mulai menemukan tempat baru seperti daerah Selat Sunda yang menjadi ramai sebagai tempat perdagangan baru pengganti Selat Malaka yang ditutup oleh Portugis. Hal ini juga menyebabkan agama Islam mengalami perkembangan yang luas. Akibat lain dari jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam yang mulai berkembang di Indonesia seperti Aceh dan Demak, berusaha memperkuat diri untuk menghadapi Portugis di Malaka.

Dalam perkembanganya dengan segala siasat yang dilakukan oleh Portugis, akhirnya pada 1641 Malaka direbut oleh Belanda dan dimulai babak baru kolonialisme Belanda di Malaka.

2. Kekuasaan Belanda di Indonesia


a. Berdirinya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Sama halnya ketika bangsa Eropa lainya masuk ke Indonesia, Belanda pun masuk diawali oleh adanya kegiatan perdagangan. Sejak tahun 1585 Belanda tidak bisa membeli rempah-rempah dari Lisabon. Akibatnya, Belanda tidak bisa memenuhi kebutuhan rempahrempahnya. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, Belanda berusaha mencari sendiri dengan mendatangi Indonesia.
gedung merdeka bandung
gedung merdeka bandung
 Pada tahun 1596 Belanda mulai datang ke Banten di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Kedatangan yang pertama ini diikuti oleh kedatangan rombongan Belanda selanjutnya yang akhirnya menyebabkan persaingan perdagangan dan penguasaan rempahrempah di antara para pengusaha Belanda. Untuk mengatasi persaingan dagang tersebut dan atas saran Johan Van Oldenbarnevelt, pada tahun 1602 didirikanlah kongsi dagang Belanda yang diberi nama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).

Adapun tujuan Belanda mendirikan VOC adalah:
  1. menghindarkan persaingan antarpengusaha Belanda;
  2. mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya
  3. agar mampu bersaing dengan kongsi dagang dari bangsa lain, seperti Portugis dan Spanyol.

Untuk mencapai tujuan-tujuan VOC, pemerintah Belanda memberikan beberapa hak istimewa, sebagai berikut:
  1. monopoli kegiatan perdagangan;
  2. membentuk kekuatan tentara sendiri untuk mempertahankan diri;
  3. mengadakan perjanjian dengan raja-raja;
  4. mendirikan benteng-benteng pertahanan;
  5. mencetak dan mengedarkan uang sendiri;
  6. menyatakan perang dan mengadakan perdamaian.

Dilihat dari tujuan pendiriannya, ternyata VOC bukan semata-mata badan perdagangan yang mencari keuntungan, melainkan juga merupakan badan pemerintahan yang dijadikan alat oleh Belanda untuk menjajah Indonesia.

Gerakan penjajahan Belanda melalui VOC yang didirikannya di antaranya dengan menetapkan beberapa kebijakan yang sangat merugikan rakyat. Di antara kebijakan yang ditetapkan VOC adalah sebagai berikut.

1) Menarik upeti (Verplichte Leverantie) dari raja-raja yang telah ditaklukkan oleh Belanda.
2) Menarik pajak (Contingenten) dari rakyat dalam bentuk hasil-hasil bumi.
3) Mengadakan pelayaran Hongi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh armada Belanda dengan menggunakan perahu-perahu kecil untuk menangkap, mengawasi para pedagang dan penduduk pribumi yang dianggap melanggar ketentuan Belanda, seperti menjual hasil pertanian kepada orang lain.
4) Melakukan Ektirpasi yaitu menebas, membinasakan, dan menghancurkan tanaman rempah-rempah yang menjadi komoditas ekspor agar tidak mengalami over produksi yang menyebabkan jatuhnya harga.
5) Mengangkat seorang Gubernur Jenderal untuk mengawasi dan melaksanakan jalannya pemerintahan di daerah yang dikuasainya, seperti Jan Piterzoon Coen (1619-1629) yang dikenal sebagai pendiri Kota Batavia dan kebijakan kolonialisasi untuk mendatangkan keluarga orang Belanda ke Indonesia untuk kebutuhan tenaga kerja Belanda.

Penjajahan yang dilakukan oleh VOC sangat kejam yang mengakibatkan rakyat Indonesia mendapat kerugian, menderita secara fisik serta kekurangan uang dan barang untuk keperluan hidupnya. VOC tidak segan-segan menangkap rakyat yang dianggapnya memberontak, menjadikan budak belian, bahkan membunuh rakyat yang tidak berdosa.

Setelah berkuasa cukup lama di Indonesia, dalam perkembangan selanjutnya VOC mengalami kemunduran yang disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:
  1. merebaknya tindakan korupsi di kalangan para pegawai VOC;
  2. adanya persaingan dagang yang ketat di antara sesama kongsi dagang negara lain seperti Compagnie des Indies (CDI) dari Prancis dan East Indian Company (EIC) dari Inggris;
  3. membengkaknya biaya perang yang dikeluarkan oleh VOC untuk mengatasi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan rakyat Indonesia di daerah-daerah;
  4. akibat kekuasaan VOC yang cukup luas menyebabkan kebutuhan gaji pegawai semakin membengkak yang menyebabkan kebangkrutan.

Akibat kemuduran yang dialami VOC, akhirnya pada tahun 1795 dibentuklah panitia pembubaran VOC yang ditandai dengan pembubaran VOC pada tanggal 31 Desember 1799, dengan ketentuan semua utang dan kekayaannya diambil alih oleh pemerintah Belanda.

Berakhirnya kekuasaan VOC di Indonesia pada 31 desember 1799, menyebabkan kekuasaan Belanda semakin memudar. Di sisi lain, pada saat yang bersamaan, kongsi dagang Inggris semakin mengalami perkembangan. Hal ini membuat pemerintah Hindia Belanda semakin gencar untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia. Belanda mengangkat Herman Willem Daendels untuk mengatur pemerintahan di Indonesia sekaligus mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Untuk tugas-tugas ini, Daendels melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: pemindahan pusat pemerintahan lebih ke pedalaman, menambah jumlah prajurit, membangun benteng-benteng pertahanan, membuat jalan dari Anyer ke Panarukan, mengadakan Preanger Stelsel, dan rakyat dipaksa untuk kerja rodi.

b. Sistem Tanam Paksa
Buruknya perekonomian Belanda mengakibatkan gejolak tersendiri di kalangan mereka. Siasat yang dilancarkan Belanda dalam rangka memperbaiki keuangan mereka serta menguasai Indonesia akhirnya diubah. Semula menggunakan politik monopoli diubah menjadi politik bebas. Karena itu, melalui rekomendasi Johannes Van de Bosch, seorang ahli keuangan Belanda ditetapkan Sistem Tanam Paksa atau Cultur Stelsel.

Tujuan Sistem Tanam Paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya guna mengisi kekosongan kas Belanda yang pada saat itu terkuras habis akibat perang, seperti Perang Diponegoro dan Perang Padri serta dalam rangka membayar beban utang VOC yang sangat besar.

Terdapat beberapa peraturan yang ditetapkan Belanda dalam rangka melaksanakan sistem tanam paksa berikut ini.
  1. Rakyat harus menyediakan seperlima dari tanah miliknya untuk tanaman ekspor seperti kopi, tebu, teh dan tembakau. Tanah tersebut harus bebas pajak tanah.
  2. Waktu tanam dari setiap tanaman tersebut tidak boleh lebih dari waktu pemeliharaan padi.
  3. Kerusakan tanaman akibat bencana alam ditanggung oleh pemerintah Belanda.
  4. Hasil tanaman rakyat tersebut harus diserahkan kepada Belanda dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah Belanda.
  5. Petani yang tidak memiliki tanah dipekerjakan di perkebunan atau pabrik milik pemerintah selama 66 hari.
Adanya sistem tanam paksa sangat merugikan rakyat. Sebab, selain pelaksanaannya tidak sesuai aturan, diperparah lagi oleh banyaknya penyimpangan yang dilakukan para pengusaha pribumi yang ingin menambah upah pengawasan dengan cara menekan rakyar seperti penyediaan tanah tidak seperlima lagi tetapi setengahnya. Desa yang memiliki tanah subur semuanya digunakan untuk tanam paksa. Semua kerusakan dan kegagalan panen akan ditanggung oleh petani dan rakyat.

Akibat dari kegiatan tanam paksa, rakyat Indonesia menderita kemiskinan yang berkepanjangan, kelaparan dan kematian terjadi di mana-mana. Bagi Belanda ini merupakan ladang ekonomi yang banyak mendapatkan keuntungan yang menyebabkan kas Belanda yang asalnya kosong dapat dipenuhi kembali. Kemudian, secara berangsur-angsur utang Belanda dapat dilunasi dan menjadikan Belanda sebagai negara yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Praktik Tanam Paksa menimbulkan reaksi dan sikap prihatin dari beberapa kalangan di antaranya sebagai berikut.
  1. Baron Van Hovel, seorang misionaris yang menyatakan bahwa tanam paksa adalah suatu tindakan yang tidak manusiawi karena menyebabkan rakyat sangat menderita.
  2. E.F.E Douwes Dekker, seorang pejabat Belanda yang merasa prihatin terhadap penderitaan rakyat Indonesia, menulis buku berjudul Max Havelaar yang isinya menceritakan penderitaan rakyat Indonesia akibat sistem tanam paksa.
  3. Golongan pengusaha/kaum liberalis, yang menghendaki kebebasan dalam berusaha.

3. Kekuasaan Inggris di Indonesia

Pada tahun 1811 di bawah Gubernur Jenderal EIC Lord Minto, armada laut Inggris dapat menguasai Jawa. Pasca jatuhnya kekuasaan Belanda, Indonesia memulai babak baru penjajahan dari bangsa Eropa, yaitu Inggris. Thomas Stamford Raffles diangkat sebagai penguasa yang mengatur pemerintahan di Indonesia. Untuk melaksanakan tugasnya, Raffles menyusun langkah-langkah sebagai berikut:
  1. membagi Pulau Jawa menjadi 18 keresidenan;
  2. melaksanakan perdagangan bebas;
  3. menghapuskan kerja rodi atau perbudakan;
  4. menerapkan Landrente system (sewa tanah), dengan dasar bahwa semua tanah adalah milik Inggris. Maka, penduduk yang menempati suatu tanah harus membayar pajak sesuai dengan tingkat kesuburan tanah tersebut.
Dalam perkembangannya, pada masa pemerintahan Raffles, meskipun hampir semua kebijakan yang dikeluarkan oleh Belanda dihapuskan dan rakyat diberi kebebasan untuk berdagang dan menanam tanaman tertentu, pajak yang dikenakan cukup besar sehingga rakyat tetap mengalami penderitaan yang berkepanjangan.